Senin, 20 Oktober 2008

the fool that lives poor just to die rich...







tulisan ini dibuat karena hutang saya kepada nini, yang tidak kunjung saya buat..
akhinya ini lah hasilnya...
selamat menikmati.. ini tentang saya...semoga tidak mengecewakan..

1. Gw Madokur (baca : Madura)

Ini fakta yang ga banyak orang yang tahu… YAP! Gw pun baru tahu saat gw SMA. Hahaha… bukan masalah besar sebenernya gw orang mana. Tapi ini salah satu yang sempet bikin gw parno pas mau ke Kalimantan. Oke sejujurnya gw bener-bener takut. Tapi karena keapatisan gw dan gw selalu berpikir (mati ya sudah….. )(baca cerita tentang terdampar di sataonda).

Darah jawa timur yang dikombinasikan dengan darah Madura ini lah yang mungkin bikin mulut gw kata orang kadang2 ketus dan tanpa saringan. Mungkin dari situ juga darah nyolot dan pemberontakasalnyeplos tumbuh berkembang dan diturunkan ke hampir semua anak-anak dan cucu dari keluarga Wahyudi…

And YES, I SWEAR A LOT…



2. Pelupa Gila

Gw bisa naro suatu benda yang udah gw inget2 harus gw bawa karena super penting. Tapi gw lupa dimana gw naro barang itu sesaat setelah gw balik badan. “Kacamata diatas dahi dan gw cari?” sampai saat ini baru 2 kali seumur hidup gw.

Jadi buat semua yang kenal gw, jangan kaget kalo kita ketemu di jalan dan pas nyapa gw Cuma bilang “hai, pakabar? “ sambil senyum aneh (itu aritnya gw lagi mencoba mengingat. Dan pertannyaan “anak2 pa kabar?” itu biar gw tau gw kenal lo dimana..

Sumpah gw gak sombong..



3. K.I.K.I.R

Paman gober AKA Scrooge McDuck selalu jadi panutan gw. I’m not gonna spend even a single pennie for something yang sangat tidak penting seperti Handphone baru, sepatu baru, baju baru. KECUALI RUSAK!




4. Gak suka Nunggu

Gw bisa maki2 orang yang telat janjian sama gw tanpa notification. Maki2 Ngent**, Anji**, dan yang mungkin lebih kasar lagi sering terjadi. Dan karena kepelitan gw itu lah gw lebih suka menyusuri speanjang jalang fatmawati dari pada menunggu bis yang tak kunjung datang.



5. Selalu punya Konsep Berpikir (1) Hidup itu perjudian dan (2) Keledai itu mungkin tidak bodoh

Hidup itu selalu berjudi, kita memilih dengan segala perhitungan yang kita punya tapi kita tidak tahu apakah apa yang kita pilih itu benar atau tidak… benar? Dan keledai yang tidak bodoh itu memacu gw untuk berpikir out of the box dan memlihat banyak posibilitas lain dan untk tidak sekedar percaya dengan apa yang gw lihat dan dengar. Ya, kadang-kadang berpikir diluar kotak hanya memasukan kita ke lingkaran atau segitiga lainnya.

-Life is What Happen to you while u’re busy makin’ other plan-. rite? –John Lennon


6. Senang bercerita, tapi susah menulis.

Susah banget buat gw nulis… enakan ngomong.. that’s why gw berpikir gw butuh sekretaris untuk nyatet semua omongan gw… berminat? Digaji dengan cinta….. (sekali lagi K.I.K.I.R)


7. Dari kecil punya impian bikin kapal laut sendiri trus berlayar entahkemana. Sekarang menggeser mimpi itu menjadi beli kapal sendiri.

Pas SD gw ma temen gw bikin angan2 untuk punya Kapal bajak laut dan mengarungi ganasnya samudra-samudra diluar sana, bertarung dengan hiu, merompak kapal pemerintah yang korup.dll….
Mimpi itu kembali saat gw kembali berangan2 dengan teman lain yang ingin punya kapal juga..

Karena nenek moyang kita orang pelaut bukan?

i want to try to time travelling.....



8. Adrenaline Junkie

Gw lebih suka susah dari pada nyaman. Tau deh…padahal nyaman itu enak lho… save feet on the ground or levitate my feet above me head…., sie? I choose to fly….. you can see a lot of things up there…. If you fall? Shit Happens! Blame Yourself!

9. Suka terlalu tanpa berperasaan, Jadi Susah Marah

Gw pernah di bawa ke psikolog pas SMA sama nyokap gw karena gw terlalu apatis sebagai manusia. Diapa2in diem, ga tau ato mungkin ga jelas mau jadi apa. Alhasil sang psikolog pun bilang kalo gw terlalu apatis sama keadaan sekitar.

Sekarang? Sedikit lebih baik… tapi setidaknya penyakit ga bisa marah karena terlalu mungkin pake logika kali ya…kalo ada yang menurut orang jahat dengan entengnya gw bilang “udahlah, mungkin begini…” “yaelah… ga sengaja kali dia….”

Kecuali untuk masalah telat2an… siap denger mulut ketus gw aja deh..

ENtah kenapa akhir-akhir ini gw agak berubah, kayanya demen aja marah-marah. Am I cured?

10. Dreamin of livin in the sixties……

I believe in father John,


The Twin Sons; Jimi and Jimmy,


And Jim , the Holy Ghost




Not to mention the holy Mom, Janis,


The Prophet Zimmerman, Paul, Ringgo, and George



Their God father Daltrey and Waters












Saya selalu berharap lahir tahun 40 an jadi bisa merasakan hingar bingarnya era60an…



AN ERA where poet blabbering all the time without a home, from a complete unknown to a complete someone

AN ERA where guerillas were fighting with Guitar and Pen, and Bass, and Drums

AN ERA where the angels fly with their little wings in the summer is of love

AN ERA where babies were born from a “Flower”

And YES,

AND ERA where every people ridin’ a Yellow Sumbarine with Lucy, Bobby McGee and Sergeant Pepper in the Sky with Diamonds heading etiher to their strawberry fields or Octopus’s Garden. And of course, the others were laughin’, Spinnin’, Swingin’ Across the sun and but for the sky there’re no fences facin’.



AND ERA where I wish I was there.



And im still waitin’ my 27th birthday… we’ll see what happen….:P





Escapin' through the lily fields
I came across an empty space
It trembled and exploded
Left a bus stop in its place
The bus came by and I got on
That's when it all began
There was cowboy Neal
At the wheel
Of a bus to never-ever land

-Grateful Dead -"That's It for the Other One"



VIVA LA VIE BOHEME!



11. Keras Kepalanya….


tag selanjutnya : mimit, didit, sugi, swasti, mapokal2 lainnya, sisie, barudak GFJA, dan siapa pun yang pengen..

i do not choose to be a common man, it is my right to be uncommon.. -Thomas Paine- "entepreneur's Credo"

"Naga Timur "Thanks toooooooooo....

akhirnya! perjalanan berakhir jua!
tanpa bantuan kalian semua, cerita ini tidak akan pernah selesai...

saya selaku penulis dan seluruh anggota TIM ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Mapala UI
2. Mapala "Londa" STKIP Bima
3. SYMPEL muhammadiyah BIMA
4. Tomi Stanley and Sophie (kalian mewarnai hidup ku selama perjalanan)
5. Copet Pasuruan-Probolinggo
6. Polres sepanjang Jakarta-Flores
7. Fuso!
8. kota Bima, Labuhan Bajo, Jember
9. Om Beck dan Keluarga
10. penghuni Desa PAncasila
11. Penghuni Gunung Tambora
12. Jalanan perusak Kamera
13.Nurlela dan keluarga, Labuhan Kanagan
14. pemilik ketingting dan TIM SAR Sataonda
15.bus AKAP sekitar
16. ASDP dan semua ferry penyebrangannya
17. Bapak Haji Hajar dan Keluarga
18. Penduduk Desa Komodo
19. MAs Herman dan seluruh Staf Taman NAsional Komodo
20. Komo dan kak seto
21. PT.KAI dan kereta "gaya baru malam selatan"
24. PELNI, KM. Tilongkabila dan kru.
23. SWAPENKA Universitas Negeri Jember.
24. Terang Bulan dan Terang Bulan "londo"
25. canon 10 d, nikon p50, Windbreak Deuter, Lowe Alpine, Eiger, Trangia, Petzl, Head, tupperware, Lafuma, Nokia, Windows, blogspot, Multiply, dan arits pendukung ibukota lainnya
26.bapake,ibu'e, kaka'e, ade'e di rumah dan anjing'e..
27. teman-teman yang tau perjalanan ini
28. yang baca tulisan ini
29. yang nyerocos di bawah tulisan2 gw...

9999999. yang lupa kesebut... isi aja ndiri.... udah gw kosongin tuh ampe 9999999.... HAJAR SUDAH MIRING2......sip ohe!

i do not choose to be a common man, it is my right to be uncommon.. -Thomas Paine- "entepreneur's Credo"

Minggu, 19 Oktober 2008

Intermezzo (3) : Zona “warna”






Beberapa gitaris mengagung-agungkan jemari Jimmy Page dengan gitar Gibson Les Paul-nya

Yang lain menjadikan atraksi dan distorsi Jimi Hendrix bersama Fender Stratocaster-nya sebagai Tuhan dan kitab sucinya…..


Ada juga yang mengagungkan warna natural yang di hasilkan kamera-kamera Canon

Tapi ada yang menolak mentah-mentah dan mengatakan bahwa tone merah Nikon di atas segalanya…



Ada yang mau menggantungkan nyawanya di atas sebuah Petzl,

Namun, ada yang tak mau berayun tanpa Camp.



Mereka menganggap baik Les Paul maupun Stratocaster,

Mereka menganggap baik canon ataupun Nikon,

Atau Petzl dan Camp,

Adalah “warna” mereka….

Bukan, bukan “kotak” mereka,

karena ada saja segitiga di luar sana ,

atau ada saja lingkaran biru atau merah yang saling mengiris satu sama lainnya.

Tapi tunggu!

Kadang mereka dengan mudah nya mengatakan Canon itu lebih baik dari Nikon!

Kadang mereka bilang Stratocaster tidak dapat meraung sebaik Les Paul!

Kadang mereka bilang Petzl tidak seaman Camp!

siapa mereka?

Siapa mereka hingga bilang “ah kau kan nikonia…., kita beda deh!”

Disini, hasil didapat bukan dari kemampuan merek itu!

Ini industri! Mereka memang menciptakan barang tersebut layak pakai!

Baik strato maupun les paul, atau bahkan Yamaha……

Baik canon, Nikon, atau mungkin Olympus…

Baik camp, petzl atau Beal..

Bisa berfungsi dengan baik….

Mungkin mereka hanya “terbiasa” dengan warna yang sudah mereka usung dari dulu, atau

Mungkin mereka hanya termakan penaman nilai yang di berikan industry kepada mereka bahwa “INI YANG TERBAIK! LAINNYA SAMPAH!”

Dan kemudian seseorang meminta tips dan triks fotografi pada saya :

“lebih baik beli canon ato Nikon ya? Bagusan mana?”

Saya jawab :

“liat aja spec nya lo butuh apa, ini bukan sekedar masalah kameranya itu Cuma alat penunjang. Yang penting gimana tangan, otak, mata, sama niat lo yang akan bisa (mungkin) bikin foto lo lebih bagus”

Ini Cuma masalah Hati (apa yang kita rasa), otak (apa yang pikir), tangan (apa yang kita perbuat) dan sedikit bumbu keberuntungan maka hidup kita akan semakin berwarna…..

Karena sinar pun terdiri dari tujuh warna, kenapa kita tidak bisa hidup seperti sinar?

Karena baik Page maupun Hendrix berhasil menciptakan music yang sensasional karena mereka punya apa yang bisa kita sebut sebagai “soul”…

I believe in God, but not as one thing, not as an old man in the sky. I believe that what people call God is something in all of us. I believe that what Jesus and Mohammed and Buddha and all the rest said was right. It's just that the translations have gone wrong. -Lennon



i do not choose to be a common man, it is my right to be uncommon.. -Thomas Paine- "entepreneur's Credo"

Sampai Jumpa, “Magical Mystery Tour”….. Selamat Datang kembali, REALITA





Gedung (kapal) serbaguna, KM. TILONGKABILA GILA! kapal perekat indonesia!

Sebulan penuh sudah kami melancong mengunjungi Nusa Tenggara. Mencoba mengenal segalanya lebih dekat,bahkan mengenal teman perjalanan sendiri lebih dekat. Dan hari yang tak ingin dinanti pun harus kami temui. Pulang… haruskah? Memang berat unutk pulang, tapi kami bukan penanam pohon uang yang bisa berkelana seenak jidat kami saja tentunya. Perjalanan ini akan diakhiri dengan menumpang kapal Pelni yang bernama Tilongkabila.

Kapal ini menjadi pertemuan terakhir kami dengan segala ke-simpang-sengkarut-an (saya suka kata ini) Transportasi di Indonesia, walaupun sebetulnya kami masih menumpang truk menuju Jember dan mengendarai kereta ekonomi dari Surabaya Menuju Jakarta, tapi karena semua itu sudah saya ceritakan . Setidaknya benar bila saya katakan bahwa Kapal Laut merupakan pilihan tepat untuk mengakhiri perjalanan ini.

Kapal Tilongkabila, sama seperti kebanyakan kapal milik Pelni lainnya yang tidak hanya melayani satu tujuan saja tapi melewati beberapa pelabuhan di sepanjang Nusantara. “Kapal Nusantara” begitu saya dan Tonte menyebutnya. Karena kapal ini yang, kalau saya tidak salah, memulai perjalanan nya dari Benoa (Bali) hingga Sorong (Papua). Karena itu kami becanda bahwa kapal ini membawa misi lain selain mengantar penumpang, yaitu misi persatuan. Mempersatukan rakyat Indonesia dari berbagai daerah ke dalam satu wadah dimana mereka tidak bisa lari karena dikelilingi binatang laut karnivora dari selat Malaka hingga laut Aru.



terimakasih Pelni untuk merekatkan Indonesia!


Lemas rasanya ketika pertama kali melihat kapal itu muncul di depan mata kami. Ratusan orang yang saling bertumpukan di dek kapal ditambah lagi ratusan (atau mungkin ribuan?) orang-orang yang menunggu untuk turut menumpang kapal itu menuju Lembar atau Benoa. Setidaknya detik itu kami langsung membayangkan di kepala kami bagaimana posisi tidur kami nanti di kapal, bagaimana kondisi WC di kapal itu (setelah WC itu melacurkan dirinya pada ratusan orang di kapal itu), hingga masalha sepele antara akan berdiri atau dudukkah kita nanti.

Sesiap apapun kami dengan kegilaan yang sudah kami perkirakan sebelum berangkat pun rasanya tidak membuat rasa dag-dig dug-duer kami hilang begitu saja melihat pemandangan I depan kami. terasa seperti sinetron yang sering melebih-lebihkan dan tak bisa ditebak jalan ceritanya. Adegan pertama dari Sinetron ini adalah perebutan tahta (baca : tempat meletakan pantat dalam arti harafiah) yang dilakukan dengan beringas oleh para penumpang yang merasa berhak memiliki tahta2 itu. Dan gilanya mereka melakukan itu ketika penumpang lainnya sedang berusaha unutk turun dengan membawa oleholehuntukkampunghalaman yang berukuran tidak, sekali lagi SANGAT TIDAK ,kecil ukurannya. Belum lagi para pedagang.

Entah karena sudah terbiasa, atau kerena terpaksa, mereka dengan mudah nya melempar lempar barang-barang itu ke arah penumpang yang berusaha, memaksa tepatnya, naik sebelum waktunya. Kocar-kacir seperti kaca yang tertimpa batu dari atas, begitulah kira-kira kondisi para penumpang yang tertimpa barang-barang tersebut. Kami? menunggu sampai semuanya tenang.toh kami terbiasa untuk tidak duduk di kursi dan tidur di kasur.


"Simpang Sengkarut"

Setelah sekitar tigapuluh menit kami berhasil masuk dan kami mengambil salah satu tempat kosong di luar kabin untuk meletakan barang kami, setidaknya ada angin disana. Untuk sekedari informasi, mungkin kondisis di dalam saat itu (berbeda ketika kapal berangkat dari Lembar keesokannya) tak lebih baik dari kamp penampungan non-aria yang dibuat oleh Nazi pada jaman perang dunia ke dua. Ratusan manusia betumpukan pada sebuah papansedikitempuk tanpa ventilasi yang baik, tumpukan sampah yang menggunung di tong sampah dan kamar mandi yang sudah kami duga melacurkan diri pada siapa saja yang ingin melepas hajat.

kapal itu akhirnya berangkat dan kami memasuki babak ke dua dari sinetron kami yaitu, makan malam. Dari pengeras suara kapal itu kami mendegar bahwa makan siang bagi kami, penumpang kelas ekonomi, bisa segera di ambil di pantri segera saja di otak saya terlintas loket pembagian BLT yang saya lewati tadi dalam perjalanan menuju dek kapal. Dan benar disana lah kai mengambil makan malam kami. bersama para penumpang ekonomi lainnya kami menuju ke Pantri di mana kami disana berbaris seperti videoclipanother brick in the wall” oleh Pink Floyd. Menunggu untuk mengambil jatah ransum kami. Dan ternyata menu hari itu dan juga menu, besok pagi, dan besok siang nya adalah sekitar 4 suapan nasi (ukuran tangan saya) sebuah ikan kembung kecil yang kadang sudah tak berkepala, dan sejumput sayur kubis dingin. “kayanya sih, kata yang udah pernah, enakan makan di penjara, bunuh orang yuk”, terucap begitu saja dari mulut saya. Saya sendiri tidak tahu makan di penjara seperti apa sebetulnya. Ohya, untuk makan pagi si ikam kembung merubah wujud nya menjadi seonggok telur dadar ukuran 3x5 centimeter yang mungkin komposisi nya 9:1 antara tepung dan telurnya.


Pembagian BLT

Tak habis pikir saya bagaimana mereka bisa bertahan untuk hanya makan makanan seperti ini.mungkin mereka juga memilih alat transportasi ini karena mereka tak sanggup membeli tiket eksekutif kapal itu yang harganya mungkin dua hingga tiga kali lipat nya, apalagi sebuah tiket pesawat yang memiliki enam angka nol unutk satu orang dari wilayah timur Indonesia menuju Pualu lainnya. Yah, ayam goreng tepung ala kentaki pun tersedia dengan harga 10ribu rupiah di kantin begitu juga dengan kudapan dan kopi-kopian tapi mungkin itu bukan juga pilihan untuk mereka.

Babak kedua ditutup Malam ituketika kami memutuskan untuk menyeruput beberapa gelas kopi dan segera tidur dengan sedikit cipratan-cipratan air dari samping kapal.malam itu tidur kami,setidaknya say, cukup nyenyak. Tidur itu pun harus berakhir ketika kami dbangunkan oleh para petugas pembersih dan panggilan makan pagi (makan pagi? Atau lebih baik saya sebut racunseribunestapapembawaduka a la kho ping ho?).

Kamera, rolling, action! Adegan ketiga di mulai.Beberapa jam setelah makan pagi kami merapat di Pelabuhan Lembar. Semakin banyaknya penumpang yang turun di pelabuhan tak membuat kapal ini tersana lenggang. Dan sampah yang diturunkan di pelabuhan itu membuat saya kagum, karena setidaknya say abisa memperkirakan berapa jumlah penumpang dari kapal tersebut, tak kurang dari seribu kepala! Dari atas saya mempaerhatikan para petugas melempar sampah-sampah itu ke dermaga dimana sebiah truk sampah sudah menunggu dan tentunya, pemlung-pemulung kecil yang mengais sampah itu unutk sekedar tambahan uang jajan.


memperbaiki pintu rusak sampah



"pacar?3000km lagi..."

Rasa bosan yang berkepanjangan dan Sedikit penasaran dengan kapal ini saya kemudian berkeliling. Itu pun di pancing dengan panggilan a la bioskop 21 yang mengatakan bahwa pemutaran filmhari itu akan segera dimulai “sebuah film drama-dewasa hollywod berjudul something gotta give akan segera diputar di bioskop tilongkabila limabelas menit ke depan”. Hmm, menarik juga..tapi tenyata itu hanya satu-nya film bagus yang diputar selama perjalanan saat itu. Film selanjutnya yang menyusul adalah “hantu si jembatan ancol” dan “hantu ambulans” (ngomong-nogmong, turut berduka cita atas meninggalnya suzanna sang ratu horror pemakan melati kebanggaan Indonesia, tanggal 16 september 2009. Semoga arwahnya segera bangkit dan menjadi ahntu pertama yang di kontrak unutk bermain film dan berperan sebagai hantu. Ditunggu comeback-nya!). Dengan lima ribu rupiah anda diijinkan menonton bioskop dengan kursi a la kadarnya.

Di depan bioskop yang berkapasitas sekitar sepuluh orang itu saya melihat satu hiburan lagi berupa Playstation 2 yang disewakan dengan harga lima belasribu rupiah per jam nya, dan pastinya menjadi rebutan anak-anak di Kapal itu. Sempat terpikir untuk bermain tetapi harus diurungkan ketika saya sadar bahwa kelihatannya kurang bijak, dewasa, dan gagah bilah saya harus bertengkar, atau kemungkinan besar merampas, mainan itu dari anak-anak yang masih berumur sama dengan adik saya sendiri (6-8 tahun).

festival film horror terapung dan playstation

Perngamatan dilanjutkan dengan bertemunya saya dengan beberapa penjual arloji dan perhiasan yang mangkal di bordess (istilah kereta, entah apa namanya di kapal laut) antara kabin yang satu dan kabin yang lain. Dan untuk barang dagangan yang pasaranya sebetulnya tidak sebesar makanan dan minuman mereka terlihat cukup menikmati pasar yang mereka buat sendiri itu. Untuk yang satu ini saya tidak mengabadikannya karena panasnya suhu ruangan itu karena minimnya ventilasi yang berpengaruh pada mudahnya putusnya urat sabar seseorang. Dan saya, entah kenapa, sedang malas untuk bersenda-gurau seperti biasa untuk lebih mengenal mereka. Mungkin sedikit anti klimaks dari perjalanan ini. Tentunya kemalasan ini saya sesali kemudia di Jakarta.

Tak lama kemudian saya melihat seorang ABK yang sedang marah kepada seorang penumpang yang ternyata membawa ayam hidup di dalam karung dan diletakan di dalam kapal, bukan pada bagian dek. Yang menyebabkan bau yang……..yah, kalian pasti tahu lah.

Lelah berjalan-jalan dan jam menunjukan pukul dua belas siang, yang berarti sebentar lagi kami akan merapat di Benoa. Setelah melewati perjalanan yang tak kalah panjangnya menuju gilimanuk. Menumpang truk dengan - bayaran sebungkus rokok - menuju Jember -untuk mencicipi martabak terang bulan Jember yang harus bersaing dengan terang bulan londo (Pizza HUT yang baru dibuka di Jember)-. Dan tak boleh dilupakan kericuhan selama delapan belas jam di dalam kuda besi “gaya baru malam selatan”.




Martabak Terang bulan Lokal dan terang bulan "londo"


perbedaan Harga

Akhirnya savana terik dan langit biru sumbawa; lumba-lumba yang berlompatan di Flores; dan sawah-sawah hijau di jawa timur, tengah, dan barat yang biasa kami lihat di jendela , yang kadang tanpa kaca, kendaraan tumpangan kami harus bertransformasi menjadi onggokan sampah di samping gedung beton, perumahan di pinggir rel, kemacetan penuh makian dan pastinya langit abu-abu khas Ibukota. Berakhirnya sbeuah perjalanan seringkali membuat kami lemas karena harus menghadapi rutinitas-rutinitas seperti biasanya lagi. Tetapi mengutip Steven Tyler dalam lagunya Amazing yang mengatakan “life is a journey, not a destination”, kita bisa berpretensi pada diri kita sendiri untuk tetap menjalani sebuah perjalanan lainnya, perjalanan kehidupan. Segala yang kami dapat dari perjalanan ini tentunya sangat berpengaruh pada perkembangan hidup kami setelahnya.


Kembali ke kenyataan

SAMPAI JUMPA PADA PERJALANAN BERIKUTNYA

VIVA LA VIE BOHEME!!!!!



i do not choose to be a common man, it is my right to be uncommon.. -Thomas Paine- "entepreneur's Credo"

Rabu, 08 Oktober 2008

Cerita dari Seorang Petualang..


Ini adalah Ludovic dan Hilda. Salah dua dari beberapa pelancong asing yang kami temui dalam perjalanan kemarin. Kami bertemu di ferry dalam perjalanan pulang menuju pulau Sumbawa. Sebetulnya saya berkenalan dengan doug, yang berasal dari Amerika Serikat, (maaf tak ada foto tersedia) dan karena secara kebetulan saya dan Doug memiliki hobi yang sama (*ngoceh/cerita ngalor ngidul) kami kemudian bercerita tentang banyak hal. Sebagian besar tentang perjalanan, sisanya tentang kehidupan (yang sebagian besat diisi dengan perjalanan).

Kemudian kami berkenalan juga dengan Andy yang berasal dari Inggris. Dalam percakapan kami setidaknya bias saya asumsikan mereka cukup terkagum-kagum dengan cara kami bertualang dan kenapa (setidaknya saya) berpetualang. Bagiamana kami tidak mengeluarkan uang sepeser pun uantuk akomodasi sepanjang perjalanan ini. Bagaimana kami menumpang dari satu Universitas ke Universitas lainnya, Bagaimana persaudaraan antar pencinta alam menyediakan atap dan karpet untuk kami, bagaimana musholla dan kantor polisi bias saja menjadi tempah berteduh kami. belum lagi cerita-cerita mengenai transportasi di Indonesia yang sepertinya cukup simpang sengkarut. Cerita mengenai menumpang truk dan kereta ekonomi, dan tak boleh dilupakan cakung cilincing ala Sumbawa.

Kita , sebagai manusia, selalu saja merasa tidak puas. Mereka iri dengan betapa muda dan bersemangatnya kami. dan kami pun iri betapa menyenangkannya mereka bekerja selama sepuluh bulan untuk dua bulan liburan keliling dunia, setiap tahunnya. Tapi setidaknya kami mensyukuri kami masih bias dan mau menyisihkan waktu kami unutk hal-hal seperti ini. Kami bersyukru kami masih bisa menikmati indahnya kekayaan Indonesia.

Kepribadian baru lagi! Doug adalah warganegara AS yang menjual segala miliknya dan tinggal di Thailand. Sementara Ludovic dan Hilda jika di definisikan adalah para Gap Backpacker (mereka yang bertualang pada saat liburan atau jeda diantara waktu kerja atau kuliah mereka.) mereka berdua tinggal di Belgia dan bekerja pada suatu perusahaan periklanan yang mempberikan libur selama satu bulan setiap tahunnya. Waktu ini lah yang mereka gunakan untuk melihat negara lain. Kenapa Indonesia? Karena jauh lebih murah dari Islandia. “dalam lima minggu di Indonesia, kami munkgin akan menghabiskan uang dalam jumlah yang sama bila kami menghabiskannya di Islandia selama dua minggu”.Menakjubkan bukan? Dalam menuju kota Bima mereka meminta bantuan dari kami untuk mencari kendaraan. Karena seperti hampir di tempat lain dimana seseorang pendatang ,yang begitu mencolok perbedaan nya secara fisik, seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil jika menyangkut masalah ongkos.

Selanjutnya saya mengajak Doug untuk ngopi-ngopi di buritan(bagian belakang kapal) karena barang-barang kami disana. Dan pada saat itulah ia kaget ketika kami mengeluarkan kompor Trangia yang dibawa oleh tonte. Ya dia mengatakan unutk para gembel yang tak mengeluarkan sepeser pun uang untuk menginap di kantor polisi, musholla, dan pencinta alam terdekat kami memiliki peralatan perjalanan yang cukup bagus. Hal yang sama yang disampaikan ludovic di atas bis kemudian ketika melihat kamera saya, yang notabene lebih bagus dari kamera miliknya. Pertanyaan pun timbul dari mereka, kenapa kami membuat perjalanan kami “sulit”, walaupun mereka pun mengakui bahwa cerita kami menarik, sedangkan di lain sisi kami memiliki uang yang dapat kami sisihkan untuk membeli peralatan perjalanan yang sebenarnya tidak juga murah.

Jawaban kami?, “karena kami mau…” pertama, membuat sebuah perjalanan menjadi lux tidaklah sulit kereta eksekutif atau bisnis?, hotel?, membayar untuk masuk ke Pulau Komodo? Beberapa kal tersebut mungkin hanya harus di kompensasi biaya yang membengkak. Mungkin ini bisa saja kami lakukan, tetapi rasanya akan ada yang hilang dari tujuan perjalanan ini. Tujuan pertama yang tak lain adalah keinginan kami untuk melihat Indonesia dari dekat, dan melihat dari dekat berarti melihat masyarakatnya bukan?

Dan melihat tentunya bukan hanya hanya dilakukan dengan mata. Tetapi juga hati. Melihat bagaimana mereka hidup sehari-harinya, kesulitan apa yang mereka alami, kebiasaan-kebiasaan yang berbeda pada setiap daerah yang ada di Indonesia setidaknya membuat kami selangkah lebih maju unutk mengenal Indonesia, dan masih ada ratusan, bahkan ribuan langkah lagi yang menunggu di depan.

Dengan “mengenal” mereka, dapat menumbuhkan rasa cinta kami.Tidak hanya kepada masyarakat secara langsung. Tetapi kepada negeri kita sendiri. Di antara semua kaegaduhan yang ada di negeri ini, setidaknya untuk kami, masih ada alasan untuk tetap mencintai negara ini. Madu yang diambil dengan pertaruhan nyawa, Laut yang biru dengan ikan segar berkeliaran disekitar kita, delapan buah matahari yang menusuk kulit, naga pra-sejarah, menjadi alasan-alasan kenapa kami tetap dan semaki mencintai negara ini. Dan pastinya, tak semua hal dapat dibayar dengan uang, seperti keramahan penduduk yang dengan tulus melayani kami dengan “several simple things of kindness” yang membuat kami nyaman selama perjalanan. Gurihnya nasi yang disajikan hanya sambal dan sepotong kecil ikan asin, atap untuk berteduh, kapal penyelamat, menonton sinetron Indonesia abal-abal dan membaca koran setelah beberapa minggu tidak bersentuhan dengan mereka, tumpangan truk dari satu tempat menuju ke tempat lainnya, jambu biji gratis yang boleh kami petik langsung dari kebunnya, dan tak boleh dilupakan kasur untuk tidur di Pulau Komodo (satu-satunya kasur selama perjalanan yang justru kami dapatkan di desa paling jauh dari perjalanan yang kami kunjungi). Hal-hal tersebut hanyalah sebagian dari pengalaman berharga yang mungkin tidak bisa kami beli dengan uang. Pengalaman yang, tak pernah bosan-bosannya saya ucapkan, menambah rasa inta kami kepada negeri ini.

Ini mungkin baru awal dari perjalanan kami untuk semakin mengenali Indonesia, masih banyak pengalaman berbeda yang dapat kami temukan di belahan desa lain, atau pasar, atau kebun, di seluruh pelosok Indonesia. Karena itu mengutip perkataan seorang teman saya yang agak gila “jangan pernah berhenti bereksplorasi”

JAYA INDONESIA!