Rabu, 20 Agustus 2008

Cakung-Cilingcing ala Sumbawa (bagian2)



perjalanan ini akan di mulai juga, mungkin ceritanya juga takkan jauh berbeda dengan cerita Cakung-Cilingcing bagian pertama. karena itu saya sudhai saja cerita Ca-Cing ini samapi bagian yang ke dua saja. membosankan bukan bila mendengar cerita yang sama berulang-ulang?



bus itu berangkat pukul 6 pagi, semua masih sama seperti yang saya lihat kemarin. sepeda masih tergantung di belakang bis, para penumpang masih sering muntah dan mempengaruhi penumpang lainny untuk ikut muntah, ayam-ayam pun masih duduk manis dengan kaki terikat berdampingan dengan melon, dan karung beras. mungkin hanya lemari saja yang posisinya sudah digantikan dengan sekitar 8 buah ban serep. kenapa pula sebanyak itu? karena dalam perjalanan saja bis itu mengalami kebocoran 2 kali. jika pulang nya ereka mengalami dua kali lagi? tentu nya masuk akal bukan kenapa mereka membawa 8 buah ban? bayangkan? berapa banyak uang yang bisa tertabung jika pemerintah rela merogoh kocek nya untuk memperbaiki jalan ini?

empat jam pun berlalu dan tanpa saya sadari -karena tidur pastinya, unutk menghindari terpengaruhnya saya dengan permasalahan muntah-muntah tersebut- kami tiba di sebuah peristirahatan. "GANJA!! GANJA!!" seketika itu pula saya dan fikri bangun dan berkata? "mana? siapa yang jual? emang boleh ya?" Kemudian kami pun merasa konyol karena ganja yang dimaksud adalah Ganjal - dengan kata lain supir benteriak ke kondektur nya unutk mengganjal mobil -. malu... tapi ya sudahlah, toh tak ada yang mengerti paa yang dipikirkan dua mahasiswa nakal ini.. Ternyata kami sudah tiba di Ho'do.sebuah tempat peristirahatan, yang menurut saya pribadi memiliki potensi ber unutk menjadi sebuah lokasi wisata. Mungkin tidak di semua tempat kita bisa melihat kolam air tawar alami yang berjarak hanya sekitar 5 meter dari tepi laut. "mungkin di atas sana batuan begitu keras, jadi air ini baru bisa keluar dan menembus batu disini", kata yudo yang kebetulan kuliah di jurusan Geografi, jadi percayalah saya. setidaknya, apapun penyebab tercipta nya kolam ini membuat saya semakin bersyukur dengan negara ini.



sayang pemerintah kadang tidak mau merogoh kocek lebih dalam unutk mengembangkannya. ... Sayang tursi lokal kita malah lebih memilih belanja di singapore atau toko ZARA dari pada menikamati produk dalam negeri semacam ini.




keindahan itu pun tidak berakhir disitu, setelah beristirahat sejanak, kimi melewati savana yang begitu luas nya hingga tak lagi bisa kaim bedakan apkah ini afrika? atau Sumbawa? debu-debu membubung tinggi menuju langit ketika bis kami melintas dan langit yang biru terlihat begitu kontras dengan padang kuning di sekitar kami. "20 harimau, 100 rusa, 40 gajah, 40 jerapah, 20 singa, 20 hyena, dan tanah di sekitar sini. bisa bikin wisata safari kayak di kenya nih!!", ide tolol lagi - toh saya setuju- dari tonte dan Cipto. tidak sepenuhnya salah, toh memang itu yang ada di depan mata saya. savana luas yang sangat masuk akal bila kita memelihara harimau disini. lagi-lagi... apa yang tidak ada di Indonesia, unutk alamnya? salju? sungai? tebing? gunung? sebut saja... dan bersyukurlah untuk itu..





Padang Afrika menuju Kaki gunung Tambora




kami juga masih warga Indonesia.... (satu hari menjelang Pilkada)


i do not choose to be a common man, it is my right to be uncommon.. -Thomas Paine- "entepreneur's Credo"

Tidak ada komentar: