Kamis, 28 Agustus 2008

Semalam di Pulau Pribadi, Sataonda.




Panorama Pulau Satonda (ga tau kenapa jadi gitu fotonya...), Panorama danau air asin satonda, Gerbang masuk taman wisata laut Satonda

Pagi- pagi benar kami mulai berangkat ke Pulau Satonda. Kami pun tidak tahu ada apa di sana. Literatur yang kami peroleh disana sangat minim dan kami hanya mengetahui bahwa hanya ada danau air asin di tengah pulau itu, dan banyak Kelelawar tinggal di pulau itu. Kami menyewa sebuah kapal nelayan kecil seharga 200ribu untuk perjalanan setengah hari ke sana. Saya tidak mau mengatakan kapal itu nyaman atau tidak. Yang jelas kami berangkat dengan ceria dan tak peduli bahwa sebenarnya kapal yang kami tumpangi itu kelebihan beban. Tolong kalian bandingkan sendiri antara ukuran kapal dan jumlah penumpangnya. Kami bertiga belas, sebelas mahasiswa gila dan 2 pemilik kapal. Yang jelas, seklai lagi saya tekankan. KAMI BAHAGIA!



Berangkat dengan ceria, transportasi minimalis..

Dalam waktu kurang dari satu jam kami sudah tiba di Pulau Satonda. Kami disambut oleh jajaran karang di kedalaman 5 meter yang terlihat jelas dari atas kapal kami. Kalian pasti mengerti apa maksud saya kan? Kami datang bersamaan dengan kapal pesiar yang mengangkut turis-turis mancanegara yang mengikuti program tur dari Bali atau Lombok yang hampir pasti singgah di Pulau Satonda.

Sesampainya disana kami langsung menikmati semua yang bisa kami nikmati. Danau air asin lah yang pertama kami nikmat. Di bibir danau kami disambut batu-batu yang bergelantungan di pohon. Mereka bilang itu pohon berbuah batu. Sebetulnya itu hanya kepercayaan bahwa bila kita menggantungkan batu di pohon itu , permohonan kita akan dikabulkan .Dan bila benar terkabul kita harus kembali ke pulau itu unutk melepas batu yang kita gantungkan. Di satu sisi, mungkin benar itu adalah salah satu kepercayaan yang ada di sana , tapi mungkin juga itu hanya sebuah akal-akalan pengelola untuk menambah daya tarik pulau ini yang menurut saya kurang terkelola dengan baik. Toh saya juga menggantungkan permohonan di pulau itu.

Pulau ini dulu pernah diteliti oleh beberapa peneliti dari Hambur university dan memberikan dua kesimpulan mengepa ada danau air asin disana. analisis pertama, karena ledakan pulau satonda yang begitu besar, menyebabkan air yang tadinya berada di luar kawah (ya, awalnya danau itu adalah kawah) masuk kedalam dan membentuk sebuah danau "mati". analisis ke dua, pulau itu awalnya tidak memiliki kawah, tapi karena ledakan Tambora dan pergeseran lempeng bumi, maka tebentuklah sebuah danau dan menjebak air laut ke dalam nya.

salah satunya adalah analisis dari badan Vulkanologi Jakarta dan yang satunya adalah analsis para peneliti dari Hamburg, Dr. Stephan Kempe (Universitas Hamburg) tahun 1984 dan Prof. Dr. Jozef Kazmierczak (Universitas Warsawa). dari hasil penelitian dikatankan bahwa pulau Satonda merupakan sebuah pulau vulkanik yang dengan letusannya membentuk sebuah kaldera.

Kaldera ini pada awalnya berisi air tawar, yang kemudian karena letusan dahsyat gunung Tambora, air laut yang terdorong mengisi dan bercampur dengan air tawar yang ada di dalam kaldera satonda tersebut. jadi pada prinsipnya danau air asin ini terbentuk bukan karena adanya terowongan air asin di dasarnya.

menggantungkan harapan

Puas di danau sebagian besar dari kami mulai berenang di pantai. saya memilih untuk menyusuri jalan setapak ke menuju puncak tertinggi di pulau yang mungkin hanya memiliki ketinggian tak sampai 150 mdpl itu. Saya kecewa. Ternyata jalan setapak itu tidak bisa mencapai puncak. Dan ternyata banyak juga wisatawan asing yang merasa tertipu karena tidak bisa naik ke puncak. Kenapa pulau ini tidak dibangun karena adanya konflik antara kabupaten Bima dan Dompu mengenai kepemilikan pulau tersebut.

hingga hari ini kabupaten Bima dan Dompu saling memperebutkan siapa ang berhak mengelola pulau itu. munkgin karena potensi nya. alhasil? terbengkalailah pulau itu. dikecewakanlah para turis. dan pada akhirnya, saat kepemilikannya sudah kelas?
para turis sudah enggan bermain kesana lagi, bukan?


jalan setapak yang tidak mencapai puncak dan sedikit "kentang" membuat banyak wisatawan asing mengeluhkan pengelolaan pulau ini.

Sore itu kami merasa pantai Satonda jadi milik kami sendiri. Tak ada orang lain di pantai itu, kecuali beberapa wisatawan asing yang tetap di pesiar mereka atau menggunakan boat pribadi menuju beberapa dive spot yang ada di pulau itu. Kami belum tahu apa yang akan menimpa kami berikutnya.



Air Jernih dan anak Gurita

Disana kami berbicara dengan pengelola yang sedang menuggu pelunasan biaya administrasi para wisatawan asing tersebut. Biaya kami? 10 ribu saja unutk 13 orang.sekali lagi fungsi dari senyum manis dan mata berkaca-kaca kami berhasil. Dari pembicaraan sore itu kami mengetahui bahwa sepanjang tahun 2008 kami adalah grup wisatawan lokal ke dua yang datang ke pulau itu. Dan satu-satunya wisatawan yang datang tanpa jasa tur.

Bukankah pulau ini bagian dari Indonesia? Mengapa tak ada yang pernah datang kesini? Potensi yang disimpan pulau ini sangat besar. Dan mungkin, sekali lagi, turis lokal lebih memilih menghamburkan uangnya di Kuta, ZARA dan pulau Singapura (ya, PULAU!). Mungkin biaya tur begitu mahal sehingga tak banyak penduduk Negara dunia ketiga ini yang sanggup membayarnya. Mungkin tak banyak petualang-petualang yang mau repot untuk menyewa kapal kecil murah yang kemudian hampir membahayakan nyawa kami. Mungkin juga bagian pemasaran yang harus di salahkan disini.







hopla!





i do not choose to be a common man, it is my right to be uncommon.. -Thomas Paine- "entepreneur's Credo"

Tidak ada komentar: